Ketika Ayah Pergi

Senin, 12 April 2010

Pribadi ayah yang keras dan terkadang tempramental seringkali menimbulkan friksi diantara kami. Sering, akhirnya saya yang mengalah, mengingat betapa kerasnya beliau.
Saya mengerti beliau ingin mendidik saya menjadi pribadi yang kuat, tidak manja dan berharap segala sesuatu di dunia ini dapat diperoleh dengan mudah, namun kadang kerasnya beliau membuat justru saya merasa jauh. Jauh dari sosoknya.
Tapi di balik kerasnya beliau, ayah adalah pribadi yang saya kagumi dan sangat saya hormati karena keteguhan beliau, bahkan melawan dunianya di saat dunia berpaling sepenuhnya dari dirinya.
Di saat semua orang berpaling darinya dan memusuhinya, beliau tetap tegar dan menghadapinya sendirian. Tanpa mengeluh, tanpa menyerah.
Dan semua itu membawanya pada suatu pencapaian yang justru lebih baik dari apa yang dulu beliau peroleh sebelum beliau menghadapi dunia yang berpaling memusuhinya.

Saya dan ayah tidak bersama sekian lama, kami tinggal terpisah dan justru semakin merasa dekat beberapa tahun belakangan ini.
Sebelumnya karena beliau tenggelam dalam kesibukannya, jarang ada waktu bagi saya untuk bertemu, pergi atau sekedar bercengkrama selayaknya keluarga pada umumnya. Apalagi ditambah dengan keadaan bahwa beliau dan saya tidak tinggal di satu rumah karena satu dan lain hal.
Beberapa waktu belakangan ini, ayah mendedikasikan diri dan hidupnya untuk saya dan adik saya, melakukan segalanya untuk membuat kami bahagia, meskipun masih sering terselip diantaranya sikap kerasnya yang membuat kami kesal.
Tidak hanya memberi kami materi semata, tapi memberikan perhatian, kasih sayang, teguran bahkan marahnya di kala saya keluar dari jalur hidup yang semestinya, yang akhirnya berkat hal tersebut berhasil membawa saya menjadi seperti sekarang.

Ah teringat bagaimana bahagianya beliau ketika saya berhasil masuk UI.
Wajah beliau dan wajah ibu adalah dua wajah paling bahagia yang pernah saya lihat. Begitu bangganya mereka terhadap saya, dan jika mengingat hal tersebut sekarang, sedih rasanya.
Padahal beberapa waktu sebelumnya saya sempat bertengkar hebat dengan beliau yang pastinya membuat beliau begitu kecewa.
Tapi segalanya seperti terbayar saat saya berhasil masuk UI, dan beliau begitu membanggakan saya ke semua teman-teman dan kerabat beliau.

Dan ketika waktu itu pun tiba, saya dengan setia menemaninya.
Dalam kepala yang ada hanya doa 'biarkan saya mendengar marahnya sekali lagi saja'. begitu sakit rasanya melihat beliau terbaring di rumah sakit dengan segala peralatan untuk menopang detak jantungnya.
Dan ketika akhirnya Tuhan memanggilnya ke hadapan-Nya, maka saya berada di sampingnya dan menemaninya hingga akhir.

Rindu benar rasanya hati ini padamu ayah,
Sudah satu setengah tahun beliau meninggalkan saya, dan saya merasa sangat rindu pada beliau sekarang.
Kadang saya menyesali betapa banyak hal yang belum bisa saya lakukan untuknya, dan betapa sering saya mengecewakan dirinya.
Sungguh ingin sekali kau ada disini sekarang..

Semoga doa untuk ayah bisa kau dengar disana
dan kau mendapatkan tempat terbaik disana.
Di sini aku berjanji akan menjaga ibu dan adik, seperti bagaimana ayah menjaga mereka dulu

*tulisan ini saya buat sebagai ungkapan betapa kangennya saya dengan ayah saya. tiba-tiba berasa kangen sekali, dan sedih mengingatnya, semoga ayah baik-baik dsana :) bagi yang masih memiliki ayah dan ibu, sayangi mereka karena kita gak pernah tahu kapan mereka akan pergi dari kita, jangan sampai hanya bisa menyesali ketika mereka sudah pergi.


3 komentar:

nyai dachimah mengatakan...

orang emang baru sadar kalo blom berbuat banyak ke orang yang dia sayangin sampe orang yang disayanginnya itu udah pergi yak.
jadi pengen(berusaha)lebih baik ke orang tua..

Lucky Ardhi mengatakan...

benar sekali, sayangilah mereka selagi mereka masih ada, do everything just for them :)

Rohmad Nur Hidayat mengatakan...

saya justru tidak dua2nya. Ayah ibu hanya angan2.

Posting Komentar